Senin, 25 Januari 2016

Gamolan Lampung Jejak Peradaban Pra Sejarah

Sertifikat Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia
"GAMOLAN"
Instrumen Musik Tradisional Lampung
Jejak Peradaban Pra Sejarah Nusantara






Gamolan adalah   sebuah instrumen musik Lampung yang merupakan warisan budaya dunia. Dimulai dari perkembangan  peradaban awal manusia hingga sekarang ini. gamolan mendapat pengaruh mulai pase Pra-sejarah, zaman klasik hingga zaman modern. Kebudayaan oral, batu, kayu hingga bambu, dan kepercayaan Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha, Islam dan Melayu. Bangsa India, China, Arab dan Eropa. Dari sekian pengaruh tersebut terbentuklah gamolan sebagai instrumen musik tradisional Lampung. 





Sejarah Gamolan

Keberadaan Gamolan diperkirakan telah ada ratusan tahun yang lalu. Setidaknya sampai tahun 1983 ketika Prof. Margaret J Kartomi mengadakan penelitian mengenai instrumen tersebut, ia hanya mencantumkan istilah gamolan untuk menyebutkan instrumen ini. 



Berangkat dari teori H. Steward :
“ Bahwa yang relatif sederhana menyatakan lebih dahulu daripada yang relatif lebih rumit”.

 Kemudian teori dari Margaret J Kartomi; yang mengatakan bahwa : 
Interestingly enough, the term gamelan, which usually refers to a complete orchestra, may originally have referred to a single instrument in Java too”.
Artinya : 
yang cukup menarik,  istilah Gamelan sekarang ini di adalah merujuk kepada seperangkat alat musik, mungkin juga pada awalnya merunjuk ke nama sebuah alat musik tunggal pada zaman dahulu, termasuk di Jawa.



Gamolan berasal dari kata Begamol, Begamol  sama dengan  Begumul,  kemudian Lampung menyebut Gumulan kemudian menjadi Gamolan hingga saat ini. Begumul asal katanya Gumulan dalam bahasa Melayu yang berarti berkumpul. Orang



Sketsa gamolan berbilah 7 tanpa nada 4
Pada awal peradaban pra sejarah, diperkirakan masyarakat Lampung menggunakan gamolan sebagai alat komunikasi tradisional. Alat yang digunakan pertamakali untuk komunikasi terutama untuk berkumpul adalah menggunakan alat berupa vokal, setelah itu kemudian mereka menggunakan alat apa saja berupa batu, kayu ataupun bambu satu buah.


Kayu atau bambu  yang satu buah  disebut kentongan dalam bahasa Lampungnya  Kelekup, baru setelah itu kentongan yang satu buah ditambah dengan kentongan yang lainnya sehingga menjadi banyak. Namun setelah itu kentongan ditambahkan bilah-bilah diatasnya. (Bilah atau lempengan di atas gamolan disebut mata dan kelekup atau kentongan yang sudah diberi lempengan disebut lambakan dalam bahasa Lampung).

Murhadi dari Kenali Lampung Barat
sedang memainkan Gamolan
Setelah kentongan diberi lempengan di atasnya baru kemudian kentongan sebagai alat komunikasi berubah fungsi berikutnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hiburan pribadi, kemudian berkembang sebagai musik pengiring dalam upacara adat.

Kentongan sebagai alat komunikasi yang berlangsung pada zaman pra-sejarah, maka baru sekitar abad ke 4 masehi kentongan diberi lempengan yang mempunyai nada,  bersamaan kedatangan agamawan Budha ke bumi Sekala Brak dengan membawa tangganada 12356 sebagai nada inti dan nada 7 sebagai nada tambahan, tangganada pentaton China tersebut telah ada sekitar pada abad 8 SM. (Fu Chunjiang. Origins of Chinese Music. 2009)

Gamolan yang dibuat sekitar pada abad ke-4 Masehi dan mengalami puncak perkembangannya pada abad ke-5 Masehi. Sebab pada abad ke-5 M di Lampung telah ada kerajaan Kendali bercorak China dan beragama Budha yang ketika itu juga sedang mengalami puncak kejayaannya (W. P Groenevelt, Paul Michel Munos, Richard Dick-Read), juga kerajaan Sekala Brak Kuno yang bercorak India beragama Hindu. Diberitakan bahwa xylophone malah dieksport dari Asia Tenggara ke Afrika pada abad ke-5 M. (Karl Edmund Prier sj, Sejarah Musik, 2008).

Disamping itu juga jika relief instrumen musik  di candi Borobudur pada abad ke-8 M terpahat dibatu maka instrumen musik yang terbuat dari kayu atau bambu telah ada pada abad sebelumnya. (Bram Palgunadi, Serat Kanda Karawitan Jawa, 2002).

Relief Gamolan di
Candi Borobudur Abad ke-8 M

Untuk lebih menguatkan hipotesis tersebut Margaret dan Hasyimkan membuktikan kebenarannya dengan ditemukannya alat musik tunggal di Lampung Barat. Margaret berkesimpulan bahwa “ Jadi Alat Musik Lampung ini (Gamolan) boleh jadi merupakan salah satu alat musik yang bertahan hidup dari penyebaran alat musik berlempeng yang berasal dari periode Hindu-Buddha yang disebut Gamelan.

Bukti tersebut mengisyaratkan bahwa Candi Borobudur tak bisa dilepaskan dari campur tangan orang Lampung, masyarakat Lampung  turut membangun candi Borobudur yang merupakan keajaiban Dunia. Karena hal itu bisa terjadi gamolan secara antropologi (kebudayaan) ada di Lampung, akan tetapi secara arkeologi Gamolan terpahat di Candi Borobudur pada abad ke 8 Masehi.

Gamolan adalah  instrumen musik yang hampir semua bahan bakunya terbuat dari bambu,  kecuali tali untuk mengikatkan bilah bambu ke lambakan,  pada awalnya terbuat dari rotan, namun saat ini  terbuat dari nilon. Instrumen ini hanya satu buah, bukan sekelompok instrumen atau kelompok ensambel yang terdiri dari beberapa instrumen. Namun dalam perkembangan berikutnya ditambah dengan instrumen musik yang lain sebagai musik pengiring.

Gamolan tersebar di daerah Lampung Barat terutama di wilayah Sekala Brak, di antaranya: Kenali (Buay Belunguh), Batu Brak (Buay Pernong), Kembahang (Buay Bejalan Di Way), hanya di Sukau (Buay Nyerupa) tidak banyak terdapat persebaran instrumen gamolan.

Pertunjukan gamolan tidak menuntut waktu dan tempat khusus untuk dimainkan, karena instrumen musik ini berasal dari ranah hiburan pribadi.  Pertunjukan instrumen musik ini dimainkan secara tunggal, namun bisa juga berbentuk ansambel,  instrumentalia, vokal, maupun musik pengiring tari seperti dalam acara pernikahan, sunatan dan lain-lain. 
 
 Pada zaman dahulu, lagu atau tabuhan instrumen tersebut merupakan cerminan dari masyarakat pendukungnya yang dihadirkan melalui kegiatan berkesenian. Masing-masing daerah biasanya memiliki ciri dan kekhasan antara satu daerah dengan daerah lainnya; sebagai contoh tabuh sekeli adalah lagu dari masyarakat Belalau, tabuh sambai agung dan tabuh Jarang adalah lagu dari masyarakat Batu Brak dan tabuh alau-alau adalah lagu dari masyarakat Kembahang.

Ciri khas melodi atau nada yang terdapat dalam  instrumen gamolan menggambarkan suatu suasana kesederhanaan, keluguan, kemurnian melodi dan juga  melodi yang kuat. Juga sesuatu yang menjadi ciri khas gamolan lainnya adalah  instrumen tersebut mempunyai suara yang lembut, sahdu dan juga suara yang keras.

Ketika ada perayaan upacara pernikahan misalnya, maka  seluruh prosesi tersebut akan dihibur oleh  bunyi-bunyian tak terkecuali gamolan. Acara muda-mudi  yang dilakukan pada siang dan malam hari salah satunya acara nyambai, dalam acara tersebut disertai dengan memainkan   instrumen gamolan.

Mitologi Gamolan
Pada zaman dahulu, proses pembuatan, pemilihan bambu dan lain-lain, sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat pada saat itu. Untuk memperoleh hasil gamolan yang baik dengan cara bambu direndam di dalam air sekitar satu tahun, perendaman bambu mencari daerah lubuk yang paling dalam. Kemudian setelah satu tahun, satu orang masuk ke dalam air dan yang satunya di atas air, pembuat gamolan yang di dalam air kemudian memukul bambu yang direndam tersebut hingga terdengar sama orang yang di atas air. Jika bambu yang dipukul tidak terdengar maka belum bisa dilakukan pembuatan bambu untuk gamolan.

Proses Pembuatan Gamolan
Prof Margaret J Kartomi dan Has
  1. Bambu yang telah ditebang, lalu dipotong sesuai dengan ukuran. Satu batang bambu bisa dibuat seluruh bagian gamolan. Lalu yang paling dipilih bagian lambakan  dulu karena hanya ukuran ruas bambu yang panjangnya minimal 50 cm yang bisa diambil.  Kemudian bagian mata di potong sesuai dengan ukuran mata yang paling pendek sampai yang paling panjang.
  2. Bambu yang telah berbentuk lambakan dan mata  direndam dalam air yang telah diberi pestisida minimal 3 hari, makin lama makin baik.
  3. Setelah direndam dalam air lalu dikeringkan dengan cara posisi Lambakan  diletakkan secara vertical pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Sementara mata bisa dijemur yang langsung terkena sinar matahari sampai kering betul. kemudian baru bisa dibuat gamolan setelah minimal 6 bulan.
  4. Lambakan dan mata  dirapikan dan dihaluskan. Merapikan  bagian yang kasar menggunakan pisau, sementara penghalusan menggunakan amplas.
  5. Setelah rapi dan halus maka lambakan dan mata di dipernis dan dipelitur.
  6. Diadakan penyeteman mata gamolan.
  7. Proses yang terakhir yaitu merangkai mata ke atas lambakan baru kemudian menjadi gamolan.
Ada beberapa contoh syair mengenai gamolan yang terdapat pada warahan (cerita) di masyarakat Lampung.

1.  Hilman Hadikusuma, Iwan Nurdaya Djafar
     Warahan Raden Jambat. DKL. Grafikatama Jaya. 1995, 31

     Radin Jambat kuasa, turun di Tanjung Jambi
     waktu dijaman paija, makkung tahun masehi
     bijing pak salimbangan, pusiban pitu tanjak
     ditunggu tetabuhan, gamolan suwai randak
   
     arti ;
     Radin Jambat kuasa, turun di Tanjung Jambi
     waktu dijaman dulu, sebelum tahun masehi
     bijing empat berhadapan, pusiban tujuh tanjakan
     dilengkapi tetabuhan, gamolan sembilan susunan

2.  Dikutip dari naskah kias salaman salah satu karya sastra lisan Lampung Pubian, Raswan, 1997

Novellia Yulistin Sanggem
Ketua Gamolan Institute Lampung
238Fe303/085368681001
     lain lagi jak jaman sina, cekhita dang kepalang 
     riwayat gamolan sakti, mukjizat jaman puyang
     ya lagi kepakha wali, sehaluan di Malaka tahun 1476 M

     arti ;
     lain lagi waktu itu, ceritanya ga tanggung-tanggung
     riwayat gamolan sakti, mukjizat zaman nenek moyang
     para tetua zaman wali, dikembangkan di Malaka tahun 1476 M

3.  Syair Sagata dari masyarakat Tanggamus, Ridhwan Hawari, 2013

     nak ninak-ninak ningkung, gamolan haji ripin,
     ngakuk anakni gedung, kebayanni mad amin

     arti ;
     nak ninak-ninak ningkung, gamolan haji ripin
     mengambil anak raja, permaisurinya mad amin

Nara Sumber : 
Hasyimkan, S.Sn, MM










Tidak ada komentar:

Posting Komentar